Suaranetizennews,- PT Bumi Gas Energi (BGE) terus berjuang mencari keadilan dalam kasus sengketa bisnis dengan PT.Geo Dipa Energi.
Meski sudah selama 10 tahun berjalan, perjalanan panjang perjuangan BGE memasuki babak baru di Bareskrim Mabes Polri.
Pasalnya, penyidik Bareskrim Polri tengah melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang diduga keras melakukan konspirasi jahat terhadap BGE yang disingkirkan dari Proyek Panas Bumi di Patuha Jawa Barat dan Dieng Jawa Tengah.
Update terbaru, pihak BGE secara resmi mengajukan surat gelar perkara khusus kepada Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Jumat 10 Oktober 2025 kemarin.
Adalah surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang isinya diduga mengadung keterangan palsu yang diterbitkan pada tahun 2017, dijadikan alasan untuk menyingkirkan BGE dari proyek panas bumi tersebut.
“Surat tersebut telah merugikan PT Bumi Gas Energi (BGE) dan
menghambat hak-hak hukum BGE dalam pengelolaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng–Patuha, yang selama hampir dua dekade menjadi sumber sengketa dengan PT Geo Dipa Energi (GDE),” ujar Kuasa Hukum PT BGE, Khresna Guntarto dalam keterangan tertulisnya, di
Jakarta, Rabu (08/10/2025).
Dia mengatakan, langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari
Laporan Polisi Nomor LP/B/237/R7/2024/BA tertanggal 18 Juli 2024, terkait dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 421 KUHP
tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik.
Surat KPK Diduga Menyesatkan
Khresna menuturkan, permasalahan bermula dari Surat KPK Nomor B-6004/LIT.04/10-15/09/2017 tertanggal 19 September 2017, yang dikirim kepada PT Geo Dipa Energi dan Bank HSBC Indonesia.
Surat tersebut, menurut Khresna berisi tanggapan terhadap permohonan klarifikasi PT.Geo Dipa, dan di dalamnya disebut bahwa PT Bumi Gas Energi
tidak pernah memiliki rekening di HSBC Hong Kong pada tahun 2005. Termasuk keterangan yang menyebutkan bahwa proses first drawdown antara BGE dan Geo Dipa tidak benar.
“Menurut hasil investigasi internal BGE, pernyataan dalam surat KPK
tersebut tidak sesuai fakta hukum dan bertentangan dengan dokumen
resmi yang dimiliki perusahaan. Dokumen itu menunjukkan bahwa BGE benar-benar memiliki rekening di HSBC Hong Kong dan melakukan transaksi sah sesuai ketentuan perbankan internasional,” papar Khresna.
Akibat surat itu, lanjutnya, reputasi BGE tercoreng, dan posisi
hukumnya dalam sengketa perdata dengan Geo Dipa menjadi lemah.
“Padahal, sengketa antara BGE dan Geo Dipa telah memiliki putusan
berkekuatan hukum tetap (inkracht) melalui Peninjauan Kembali (PK) tahun 2015, yang menegaskan hak BGE atas wilayah panas bumi Patuha 1,”ujar Khresna.
Khresna juga menegaskan, bahwa langkah hukum ini dilakukan bukan sebagai bentuk
konfrontasi terhadap lembaga antirasuah. Tetapi menjadi upaya mencari kebenaran berdasarkan dokumen hukum yang sah.
“Kami datang ke Bareskrim bukan membawa opini, tapi membawa bukti. Semua dokumen rekening, transaksi, dan korespondensi resmi ada dan dapat diuji di hadapan penyidik. Kami ingin kebenaran ditegakkan tanpa ada intervensi siapa pun,”terangnya.
Khresna menambahkan bahwa surat KPK yang dipermasalahkan itu, justru menjadi dasar bagi PT Geo Dipa Energi untuk menggugat ulang BGE pada tahun 2017, meskipun perkara sudah diputus secara sah dua tahun
sebelumnya.
“Ini bukan hanya soal reputasi, tapi soal kepastian hukum. Ketika
surat lembaga sekelas KPK berisi keterangan palsu yang keliru, dampaknya sangat besar bagi dunia usaha dan penegakan hukum di negeri ini,” tambahnya.
Dalam surat permohonan resmi kepada Kabareskrim Polri, BGE meminta agar gelar perkara dilakukan secara terbuka dan menghadirkan semua pihak terkait untuk dikonfrontasi langsung, antara lain :
· Mantan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan
· Mantan pimpinan KPK periode 2015–2019: Agus Rahardjo, Basaria
Panjaitan, Alexander Marwata, Saud Situmorang, dan Laode M. Syarif
· Mantan Presiden Direktur PT Geo Dipa Energi Riki Firmanda Ibrahim
· Direktur Utama PT Geo Dipa Energi saat ini Yudistian Yunis
· Mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Samsudin Warsa, serta
· Pihak PT Bank HSBC Indonesia, termasuk pejabat legal head dan mantan senior legal counsel, Ahmad Fikri.
Dalam surat permohonan gelar perkara yang diajukan kepada Bareskrim Polri tersebut, dijelaskan, bahwa Staf Senior Legal Counsel PT Bank HSBC Indonesia, Ahmad Fikri, yang diduga kuat memberikan keterangan sesat kepada KPK tentang dokumen bukti transfer PT Bumigas Energi di
HSBC Hongkong tahun 2005.
Diketahui, yang bersangkutan pada saat itu, baru saja berhenti bekerja
dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), lalu kemudian
pindah bekerja ke PT Bank HSBC Indonesia sebagai Senior Legal Counsel.
Sementara itu, AHP diketahui merupakan kuasa hukum GDE dalam perkara arbitrase BANI ke-2 di tahun 2017.
“Fakta ini menegaskan bahwa Ahmad Fikri, sarat konflik kepentingan dalam memberikan keterangan kepada
KPK,” tukasnya.
Selain itu, BGE juga mendorong dilakukannya audit khusus (special
audit) terhadap seluruh aset dan investasi proyek Dieng–Patuha. Hal
itu untuk memastikan kejelasan nilai dan transparansi dana yang telah digunakan.
Penulis:
Ruli Harahap